Pages

Sunday, October 26, 2014

Letters to Aubrey: Surat Cinta Paket Lengkap

Dok. Pribadi
Detail Buku
Judul: Letters to Aubrey
Penulis: Grace Melia
Editor: Triani Retno A
Penerbit: Stiletto Book
Cetakan: I, Mei 2014
Tebal: 266 halaman
ISBN: 978-602-7572-27-0
Harga: Rp 48.000 Rp 40.800 (beli di Togamas)

Review
Berjuta rasanya…. Yup! Mungkin itu dua kata yang paling mampu mewakili perasaan saya selama membaca buku ini. Ada rasa sedih, tegang, khawatir, simpati, haru, salut, malu, iri (in a good way), bahagia, bersemangat, hingga termotivasi. Lengkap! So, meskipun resensi saya untuk buku ini sudah pernah dimuat di Koran Jakarta, kali ini saya ingin membuat lagi review versi lain yang lebih personal ;)

Dok. Pribadi
Sesuai dengan judulnya, buku ini memang berbentuk kumpulan surat yang ditulis Grace untuk putri semata wayangnya, Aubrey Naiym Kayacinta. Surat-surat tersebut mulai ditulis sejak usia kandungannya 34 bulan. Layaknya ibu-ibu yang sedang hamil besar, ada rasa letih yang mendera, namun terdapat lebih banyak rasa syukur.
Terima kasih, Anakku, kamu tumbuh di rahimku dan bukan di rahim wanita lain. Terima kasih untuk tiap tawa dan tangis yang sudah dan akan kita lalui bersama. (Halaman 18)
Perasaan bahagia ketika Aubrey, yang biasa dipanggil Ubii, lahir dua tahun yang lalu, berganti menjadi perasaan khawatir saat dokter menyatakan bahwa ada kemungkinan jantung Ubii bermasalah. Perkiraan dokter ternyata benar. Hasil tes Echocardiography menunjukkan bahwa terdapat kebocoran pada jantung Ubii.

Masalah tidak berhenti sampai di situ. Grace dibuat bingung dengan sikap Ubii yang selalu rewel. Badannya pun sering terlihat kaku seperti mengejang. Lalu puncaknya, ketika Grace dan suaminya sengaja meletuskan beberapa balon di telinga Ubii saat putrinya itu sedang tidur, tetapi Ubii sama sekali tidak terganggu…. Rupanya, hasil tes BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) menunjukkan bahwa Ubii baru bisa mendengar suara di frekuensi 105 dB, yaitu setara dengan suara pesawat! Kesedihan yang dirasakan Grace semakin menumpuk karena kemampuan motorik Ubii juga belum berkembang.

Dokter anak menyarankan agar Ubii melakukan USG otak. Hasilnya, terdapat bercak-bercak putih di otak Ubii. Akhirnya semua jawaban atas kondisi Ubii terjawab setelah dilakukan tes darah. Ubii positif terkena congenital rubella syndrom. Hal ini terjadi karena Ubii terinfeksi virus Rubella saat masih berada di dalam kandungan.

Syukurlah, Grace akhirnya menemukan dokter yang tepat untuk Ubii. Setelah melalui berbagai macam tes, kini hari-hari Grace dan Ubii diwarnai dengan sesi fisioterapi yang melelahkan. Setiap hari, Ubii juga harus menelan bermacam-macam obat. Tidak mudah, namun tetap harus dijalani. Apalagi, Rubella juga menyebabkan Ubii mengalami mikrosefalia (ukuran kepala kecil), encephalitis (pengapuran otak), TB paru, dan gangguan berat badan.

Sudah terbayang kan? Kumpulan surat ini memang bukan kumpulan surat biasa, karena dipersembahkan untuk anak istimewa dari ibu yang juga istimewa. Surat-surat ini disusun oleh Grace sebagai bukti bahwa cintanya kepada Ubii begitu besar.
Mommy hopes by reading them someday, you will realize just how much Mommy loves you, just the way you are, not more and not less. (Halaman 90)
Butuh waktu lima bulan bagi Grace untuk mengetahui penyakit Ubii. Dokter-dokter sebelumnya selalu mengatakan bahwa Ubii baik-baik saja. Untungnya, dia menyadari bahwa ada yang tidak beres pada tumbuh kembang putrinya. Dia pun terus mencari tahu hingga akhirnya bisa menemukan dokter yang tepat. Saya menyadari bahwa tidak ada ibu yang sempurna, tapi semua ibu harus selalu peka terhadap tumbuh kembang anaknya. Seperti Grace yang tidak berhenti berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Ubii.

Membaca lembar demi lembar surat-surat dalam buku ini serasa menyaksikan secara langsung perjalanan Grace dan Ubii yang penuh warna. Penuturannya yang begitu jujur, membuat saya seakan sedang membaca buku harian Grace. Padahal buku ini bukanlah buku diary tempat dia mencurahkan isi hatinya. Tetapi saya dapat merasakan setiap gejolak perasaan yang dialaminya. Termasuk ketika orang-orang menatap kasihan atau berkomentar negatif pada Ubii yang menggunakan alat bantu dengar.
Mami nggak mengira akan melihat Ubii ditunjuk-tunjuk dengan jelasnya seperti itu di depan Mami dan Papi. Mami marah. Mami sakit hati. (Halaman 135)
Rasanya miris sekali membaca bagian itu. Orang tua yang seharusnya menjadi teladan bagi anak-anaknya, justru tidak menunjukkan sikap empati ketika berhadapan dengan anak berkebutuhan khusus :( Yuk ah, kita latih diri untuk berempati, karena kita juga harus mengajarkan anak-anak kita untuk terbiasa berempati pada keadaan orang lain. Bagaimana caranya? Saya jadi teringat pada sebuah artikel yang baru saya baca beberapa minggu yang lalu.
As a mother of a child who looks different, this is my plea to you:If you are the parent whose child says another child looks funny or scary, don't simply say, "That isn't a nice thing to say." While you are right, it's not nice, simply saying that and walking away still isolates my child. The next time follow that statement up and tell your child, "I'm sure he's a very nice boy, let's go meet him." Please, come introduce yourself and ask my child's name. (Sumber)
Buku ini juga bukan buku pedoman kesehatan. Tetapi, dari buku ini saya mendapat banyak pengetahuan mengenai seluk beluk penyakit Rubella. Betapa pentingnya para calon ibu untuk melakukan screening TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes) dan vaksinasi MMR. Grace juga membagikan pengalamannya terkait latihan motorik dan pendengaran Ubii, serta beberapa ahli yang dapat dijadikan sebagai rujukan.

Yang pasti, buku ini juga bukan buku motivasi, tetapi saya mendapat begitu banyak inspirasi. Bagaimana Grace tidak menyia-nyiakan waktunya untuk menangis dan terpuruk. Setelah merenung dan menenangkan pikiran, dia dan suaminya mulai bangkit untuk memperjuangkan kesembuhan Ubii. Tidak hanya itu, Grace juga mendirikan Rumah Ramah Rubella, sebuah komunitas di mana setiap orang tua dengan anak congenital rubella syndrom bisa saling berbagi dan menyemangati.
Mami juga berharap kelak Rumah Ramah Rubella dapat membantu meringankan biaya pengobatan dengan mencarikan donatur karena pengobatan anak dengan congenital rubella syndrom sama sekali nggak bisa dibilang murah. (Halaman 189)
Sumber
Selain karena semangat berbaginya yang begitu besar, saya juga merasa malu sekali mendapati bahwa di rumahnya, Grace begitu tekun melatih kemampuan pendengaran dan motorik Ubii. Permainan-permainan edukatif yang dia sediakan untuk Ubii, tidak memerlukan biaya yang mahal. Semuanya dibuat dari bahan-bahan yang ada di rumah. Kreatif! Semangat Grace ini memang patut dicontoh. Karena itulah, beberapa bulan terakhir, saya juga mulai menyediakan permainan-permainan edukatif yang murah meriah untuk Jav di rumah :D

Sumber
Cara bertutur ibu muda yang pernah menjadi narasumber dalam acara televisi "Kick Andy" ini begitu mengalir dan ringan. Sembilan puluh dua surat yang ditulis Grace tersebut, ditutup secara sempurna dengan surat mengharukan yang ditulis oleh suaminya.
Ubii sudah mengubah Papi jadi manusia yang lebih baik. Selanjutnya adalah tugas Papi untuk mengubah diri Papi menjadi lebih dari itu. Untuk Ubii. (Halaman 266)
Buku ini memang terasa sangat 'kaya'. Saya sangat merekomendasikannya bagi siapa saja, tidak terbatas pada orang tua dengan anak congenital rubella syndrom, tetapi juga untuk semua orang tua dan calon orang tua. Kalaupun terdapat kekurangan pada buku ini, bukan pada isinya, tetapi lebih pada cara penyajiannya:
  • Tidak semua surat mencantumkan tanggal pembuatannya. Menurut saya, surat tanpa tanggal itu seperti menulis kalimat yang huruf 'i'-nya tidak menggunakan titik. Walaupun kita dapat memahami maksud kalimat tersebut, tetap saja rasanya ada yang kurang karena tidak ada titik di atas huruf 'i'. Begitu juga dengan surat tanpa tanggal. Sebenarnya tidak terlalu signifikan, karena saya masih bisa membayangkan dengan mudah rentang waktu dari surat yang satu ke surat selanjutnya. Tetapi tetap saja rasanya ada yang kurang hihihi….
  • Foto-foto yang ditampilkan dalam buku tidak dicetak berwarna. Sayang sekali. Kalau fotonya berwarna, pasti wajah Ubii yang manis dan berbagai permainan sensory play yang diceritakan, akan terlihat lebih jelas dan menarik. Semoga di buku cetakan berikutnya, foto-fotonya dicetak berwarna. Tidak perlu semua halaman, cukup halaman-halaman yang ada fotonya saja ;)
Rating

Special Note
Thank you Mami Grace atas bukunya yang sangat menginspirasi ini….

With love,
Your inspired reader

Sumber
~~~


10 comments:

  1. Buku yang keren ^^b
    Baru tahu nih Teh Lia punya blog khusus buku. Ketahuan banget jarang blog walking heu :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya nih ke mana aja? :p *padahal blog bukunya juga baru sebulan*

      Delete
  2. wah peresensi ya mbaknya...dimuat d koran gitu...dapat royalti betapa nih ? hh

    ReplyDelete
  3. Thank you Mak atas partisipasinya dalam Lomba Review #LetterstoAubrey :))

    ReplyDelete
  4. Wahhh...pasti senangnya pake banget ya mbak review buku ini sempat nangkring di KorJak *jempol*

    ReplyDelete
  5. Hebaaat teh, review ny masuk koraan yaa.. Kereen.. Hehehe..

    ReplyDelete