Pages

Tuesday, December 1, 2015

Review: Sabtu Bersama Bapak


Detail Buku
Judul: Sabtu Bersama Bapak
Penulis: Adhitya Mulya
Penyunting: Resita Wahyu Febiratri
Penerbit: GagasMedia
Cetakan: Ketiga, 2014
Tebal: 278 halaman
ISBN: 979-780-721-5
Harga: Rp 48.000

Review
Novel ini diawali dengan kisah tentang Gunawan Garnida, seorang ayah yang divonis menderita kanker. Dokter menyatakan bahwa hidupnya hanya tinggal satu tahun lagi. Padahal, anak-anaknya--Satya Garnida dan Cakra Garnida--masih sangat kecil. Oleh karena itu, dia membuat video berisi pesan-pesan untuk anak-anaknya. Setelah beliau meninggal, video tersebut kemudian diputar setiap minggu, setiap hari Sabtu.
"Mungkin Bapak tidak dapat duduk dan bermain di samping kalian. Tapi, Bapak tetap ingin kalian tumbuh dengan Bapak di samping kalian. Ingin tetap dapat bercerita kepada kalian. Ingin tetap dapat mengajarkan kalian. I don't let death take these, away from us."
(Halaman 5)
Dua puluh lima tahun kemudian, anak-anaknya sudah besar. Satya sekarang sudah berumur 33 tahun dan bekerja sebagai geophysicist untuk NOG. Secara fisik, tubuhnya digambarkan tinggi, tegap, serta tampan. Dia sudah menikah dan mempunyai tiga orang anak. Sayangnya, selama ini ternyata dia telah menjadi sosok suami dan ayah yang ditakuti oleh istri dan anak-anaknya.
Kang, on your next week off, kamu mending nggak usah pulang deh. Kami semua di sini capek sama kamu. Kami berempat selalu menyambut orang yang sering marah-marah. Kami kangen sama Kakang, tapi setiap Kakang pulang, selalu ada yang salah.
(Halaman 26)
Sedangkan Cakra, baru saja berumur 30 tahun, tetapi dia sudah menjadi Deputy Director divisi Micro Finance di POD Bank. Dibandingkan dengan kakaknya yang selalu disenangi banyak perempuan, Saka--begitu Cakra biasa dipanggil--memiliki sejarah percintaan yang mengenaskan, sehingga sering dijadikan bahan ledekan oleh anak buahnya. Padahal secara fisik, dia digambarkan agak sedikit tampan dan memiliki tinggi rata-rata. Iya sih, enggak cukup untuk ikut ajang Jajaka, hihihi....
Jadi ceritanya Ayu dan Salman lagi duduk. Di meja makan. Ayu sedang mendengarkan Salman berbicara. Cakra dan gue menghampiri Ayu, dan si bos langsung say 'Hi'. WATIR, MEN! DICUEKIN!
(Halaman 90)
Satya dan Cakra dibesarkan oleh seorang ibu yang hebat, penyayang, dan mandiri--Ibu Itje. Beliau berhasil mendirikan warung makan yang kini sudah berkembang menjadi delapan buah rumah makan. Setelah anak-anaknya sukses, beliau tidak pernah mau merepotkan mereka. Bahkan, berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan penyakitnya dari anak-anaknya.
Dia tahu betapa anak-anak sayang pada dirinya. Sayang mereka sudah tanpa batas. Sang ibu bukannya tidak ingin di-support tapi dia tahu bahwa anak-anaknya sedikit lebay. Serius lebay.
(Halaman 108)
~~~

Sudah cukup lama saya membaca buku ini. Kalau lihat di Goodreads sih bulan Oktober 2014. Berhubung mau ada filmnya, sengaja deh saya buru-buru membuat review-nya, sekalian baca ulang lagi. Pssst, sudah tahu siapa saja pemerannya? Hmmm, subhanallah banget deh.... Membuat saya semakin enggak sabar untuk menonton filmnya :D

Yang pasti sih, ingin nonton bareng suami, karena suami enggak mungkin sempat--dan mau--membaca bukunya. Pokoknya suami wajib nonton.

Bagi saya buku ini memang keren banget. Mencerahkan sekaligus menghibur. Membuat saya menangis di beberapa bagian, tetapi juga tertawa di bagian lain. Membaca novel ini, seakan membaca buku parenting dan panduan mencari jodoh bagi para jomblo. Begitu banyak pesan-pesan penting di setiap halamannya. Namun saya sama sekali enggak merasa bosan.

Penulis dengan lihai mengemas pesan-pesan tersebut dalam jalinan kisah yang mengalir. Disampaikan dengan cara penuturan yang ringan dan plot yang menarik. Plus tentu saja, diwarnai dengan gaya khas penulis yang selalu menyelipkan humor garing menggemaskan dalam setiap karyanya.

Saya sangat menikmati interaksi yang terjadi pada setiap tokoh-tokohnya. Karakter favorit saya ya Cakra, hihihi.... Pikarunyaeun, tapi loveable :D

Novel ini memang laki banget, baik sebagai suami, ayah, dan anak. Namun sebagai seorang istri, ibu, anak, dan menantu, saya juga belajar banyak dari novel ini. Saking terinspirasinya sama buku ini, saya kutip nih pesan-pesan kerennya.

Untuk para suami
"Kewajiban suami adalah siap lahir dan batin. Ketika bapak menikah tanpa persiapan lahir yang matang, itu artinya batin Bapak juga belum matang. Jika batin Bapak 'siap melindungi', maka wujud kesiapannya adalah punya atap yang dapat melindungi Ibu kamu dari panas, hujan, dan bahaya. Gak perlu megah. Ngontrak pun jadi. Itu, wujud dari melindungi."
(Halaman 19)
Pak Gunawan adalah perencana yang baik. Prinsip dia dalam membangun keluarga adalah selesaikan masalah sebelum masalah itu datang. Dia malu jika sudah berpulang dan anak istrinya harus merepotkan orang lain.
(Halaman 30)
"Pemimpin keluarga macam apa yang minta istrinya percaya sama suami, tapi dia sendiri menyembunyikan nafkahnya. Nafkah suami itu hak keluarga, lho. Di keluarga saya, saat seseorang menjadi kepala keluarga, dia bertanggung jawab lahir batin akan kecukupan dan kebahagiaan keluarga. Sekarang dan nanti."
(Halaman 223)
"Suami-suami yang memperlakukan istri mereka seperti barang, adalah suami yang zolim."
(Halaman 225)
Untuk pasangan suami istri
"Ka, istri yang baik gak akan keberatan diajak melarat."
"Iya, sih. Tapi Mah, suami yang baik tidak akan tega mengajak istrinya untuk melarat."

(Halaman 17)
"If I deserve a sexy wife, then she deserves a sexy husband."
(Halaman 164)
"Semakin kita tua, kita memang semakin tidak menarik. Itu sebabnya Bapak dan Ibu rajin berolahraga."
(Halaman 225)
"Laki, atau perempuan yang baik itu, gak bikin pasangannya cemburu. Laki, atau perempuan yang baik itu... bikin orang lain cemburu sama pasangannya."
(Halaman 228)
"Yang penting itu, kamu dan saya menjadi pilar ekonomi untuk anak-anak. Yang penting itu, kalau salah satu dari kita pergi--yang ditinggalkan masih bisa mandiri."
(Halaman 235)
Untuk siapa pun
Jika ingin menilai seseorang, jangan nilai dia dari bagaimana dia berinteraksi dengan kita, karena itu bisa saja tertutup topeng. Tapi nilai dia dari bagaimana orang itu berinteraksi dengan orang-orang yang dia sayang.
(Halaman 36)
"Attitude baik kalian tidak akan terlihat oleh perusahaan karena mereka sudah akan membuang lamaran kerja kalian jika prestasi buruk. Prestasi akademis yang baik bukan segalanya. Tapi memang membukakan lebih banyak pintu, untuk memperlihatkan kualitas kita yang lain. Kembangkan bakat kalian, apa pun itu. Tapi satu aja, jangan lupakan tiketnya."
(Halaman 51)
Meminta maaf ketika salah adalah wujud dari banyak hal. Wujud dari sadar bahwa seseorang cukup mawas diri bahwa dia salah. Wujud dari kemenangan dia melawan arogansi. Wujud dari penghargaan dia kepada orang yang dimintakan maaf.
(Halaman 80)
"Harga diri kita tidak datang dari barang yang kita pakai. Harga diri kita datang dari akhlak kita."
(Halaman 120)
"Akan ada masanya kalian harus melawan orang. Yang lebih besar, lebih kuat dari kalian. Dan akan ada masanya, kalian gak punya pilihan lain selain melawan, dan menang. Akan datang juga, masanya... semua orang tidak akan membiarkan kalian menang. Jadi, kalian harus pintar. Kalian harus kuat. Kalian harus bisa berdiri dan menang dengan kaki-kaki sendiri."
(Halaman 130)
Mimpi hanya baik jika kita melakukan planning untuk merealisasikan mimpi itu. Jika tidak, kalian hanya akan buang waktu.
(Halaman 150)
"Di keluarga ini, kita membela yang benar. Karena Tuhan pun melihat manusia dari yang benar dan salah. Dan yang benar itu yang baik. Bukan dari mana dia berasal."
(Halaman 207)
Untuk para jomblo :p
"Carilah pasangan yang dapat menjadi perhiasan dunia dan akhirat."
(Halaman 180)
Find someone complimentary, not supplementary.
(Halaman 217)
Untuk orang tua
"Orang tua, selalu ingin memberikan contoh kesuksesannya. Kebanyakan, malu untuk memberikan contoh kegagalan sendiri. Dan mereka terdiam membiarkan anak-anaknya terperangkap di kesalahan yang sama.
(Halaman 50)
Ketika orang dewasa mendapatkan atasan yang buruk, mereka akan selalu punya pilihan untuk cari kerja lain. Anak? Mereka tidak pernah minta dilahirkan oleh orangtua buruk. Dan ketika mereka mendapatkan orangtua yang pemarah, mereka tidak dapat menggantinya.
(Halaman 60)
"Waktu dulu kita jadi anak, kita gak nyusahin orangtua. Nanti kita sudah tua, kita gak nyusahin anak."
(Halaman 88)
"Seorang anak, tidak wajib menjadi baik atau pintar hanya karena dia sulung. Semua anak wajib menjadi baik dan pintar karena memang itu yang sebaiknya semua manusia lakukan. Menjadi panutan bukan tugas anak sulung--kepada adik-adiknya. Menjadi panutan adalah tugas orangtua--untuk semua anak."
(Halaman 105)
Ketika orangtua memberikan waktu dan ruang untuk bersimpati dan berempati dengan si Sulung, anak sulung itu akan memiliki waktu dan ruang untuk bersimpati dan berempati pada adik-adiknya.
(Halaman 208)
Rating
Empat setengah dari lima bintang untuk keluarga Garnida. Sangat amat recomended pisan ;)

16 comments:

  1. kutipan2nya bagus sekali ya..kata2nya memberikan satu pencerahan baru kepada saya...saya jadi pengen itu bukunya... :D

    ReplyDelete
  2. Udah lama pengen baca tp masih blm kesampaian.. Hrs buru2 baca nih sblm film nya mulai.. >.< baru tau mau d bikin film..

    ReplyDelete
  3. Ini cocok jg bg yg blm punya pasangan? Waaaa

    jd inget iklan yg ada video Bpknya

    ReplyDelete
  4. kutipan nya syarat makna..baik untuk....suami dan istri..dan lainnya bahkan buat jomblo..hi2

    ReplyDelete
  5. wah jarang tau nih gan ada review novel di blog

    ReplyDelete
  6. Wiiih...quotenya complit yaa mbak, ngenak buat berbagai kalangan :)

    ReplyDelete
  7. wah, kalo baca sabtu bersama bapak, saya jadi ingat surah luqman mbak.. penuh wasiat bapak ke anak.. haru bacanya..

    ReplyDelete