Tuesday, November 28, 2017

Resensi Jenang Bukan Dodol @ Koran Jakarta

Alhamdulillah, setelah kegiatan membaca buku yang terhambat karena mempunyai bayi, resensi saya dimuat lagi di Rubrik Perada Koran Jakarta pada hari Senin, 27 November 2017. Sayang, suami enggak berhasil mendapatkan versi cetaknya. Memang agak susah kalau di Bandung. 

Berikut tulisan versi asli yang saya kirim.

~~~


Menikmati Jajanan Tradisional Indonesia Melalui Kisah Seorang Juru Masak

Detail Buku
Judul: Djoeroe Masak - Jenang Bukan Dodol
Penulis: Dyah Prameswarie
Editor: Ferrial Pondrafi
Penerbit: Metamind
Cetakan: Pertama, Juni 2017
Tebal: xii + 148 halaman
ISBN: 978-602-9251-38-8
Harga: Rp 47.000

Resensi
Sedayu adalah seorang gadis Yogya. Statusnya sebagai mahasiswi, tidak pernah menghalangi dirinya untuk selalu membantu Ibuk mengolah berbagai jenang seperti jenang grendul, jenang delima, dan jenang sumsum di dini hari. Selepas subuh, dia juga membantu Ibuk menjajakan jenang pincuk di salah satu jongko Pasar Ngasem. Biasanya para pembeli sudah mengantre dengan wajah tak sabaran (hal. 3).

Suatu pagi, Sedayu dan Ibuk menemukan pembeli yang sikapnya kurang sopan. Bahkan pria muda yang tampan itu mengira bahwa jenang merupakan jenis jajanan yang sama dengan dodol. Padahal di daerah lain, jenang grendul biasa disebut candil. Sedayu langsung bisa menebak bahwa pria ini turis lokal yang entah nyasar atau memang sengaja mencari jenang Ibuk (hal. 6).

Pria itu bernama Aidan. Dia merupakan seorang chef yang baru setahun lulus kuliah dari jurusan kuliner di New York. Pilihannya tersebut ditentang oleh ayah dan ibunya. Namun setelah lulus, ayahnya ingin Aidan segera pulang dan menantangnya untuk membuka restoran yang bercita rasa Indonesia di Bandung.

Aidan menerima tantangan tersebut. Dia membuka restoran yang diberi nama A. Pada hari pembukaannya, seratus orang dari berbagai kalangan termasuk food blogger dan kritikus makanan hadir untuk mencicipi sajian yang sudah disiapkan oleh Aidan dan timnya. Sayang, karirnya langsung hancur saat itu juga karena bubur sumsum yang disajikan sebagai hidangan penutup malah basi. Dia dibilang chef yang payah karena tak mengenali makanan negeri sendiri (hal. 37).

Merasa telah mengecewakan ayahnya, Aidan sengaja datang mencari Ibuk untuk meminta ditunjukkan cara membuat jenang dan kue-kue tradisional lainnya. Agar dia bisa belajar dari ahlinya. Awalnya Ibuk menolak. Namun melihat bagaimana Aidan mengiba, akhirnya Ibuk mendelagasikan tugas tersebut kepada Sedayu.

Rupanya Sedayu bukan hanya mengajarkan Aidan cara membuat jenang. Dia juga berusaha mengembalikan rasa percaya diri Aidan. Seperti yang sudah bisa ditebak, bersama aroma santan dan gula merah, Sedayu dan Aidan pun mulai saling menyukai. Beberapa kali Aidan memergoki Sedayu sedang menatapnya dan setiap kali ia balik menatap gadis manis itu, Sedayu akan tersipu malu, menundukkan kepala lalu pergi dari hadapan Aidan (hal. 42).

Namun tiba-tiba Aidan harus kembali ke Bandung, membuat hubungan mereka menjadi buruk. Sedayu merasa cemburu pada Alisha, gadis yang membuat Aidan pergi meninggalkan dirinya. Dia merasa dimanfaatkan. Begitu pun Aidan, pria itu merasa frustasi karena Sedayu enggan memberi tahu bahan rahasia untuk membuat jenang agar enak seperti yang sudah dijanjikannya.

Konflik semakin terasa panas ketika Aidan sekali lagi mempertaruhkan karirnya sebagai juru masak. Dia menantang Tria, mantan sous chef di restorannya, untuk melakukan cooking battle. Mereka sepakat untuk menyajikan Indonesia platter, sepiring makanan yang mewakili jajanan pasar Indonesia (hal. 52).

Jenang Bukan Dodol merupakan buku pertama dari seri Djoeroe Masak. Selain judul ini masih ada tiga judul lain, yaitu Kelab Makan Siang Rahasia, Nona Doyan Makan, serta Sembah dan Berkah. Setiap cerita berdiri sendiri, namun memiliki benang merah. Semuanya menjadikan Sedayu dan Aidan selaku tokoh utama.

Sebagai fiksi kuliner, cerita dalam buku ini begitu memanjakan para pembaca pecinta kuliner. Jenang tidak sekadar digunakan sebagai tempelan, namun juga menjadi penggerak cerita. Penulis begitu lihai memadukan tulisan dan rasa. Mengajak pembaca turut merasakan manis, gurih, dan legitnya jajanan tradisional Nusantara. 

Novel ini diperkaya dengan beberapa resep kuliner khas Indonesia pada bagian belakangnya. Bukan sembarang resep, karena resep tersebut berasal dari koleksi pribadi penulis dan sudah pernah diuji coba sendiri. Terakhir, ilustrasi yang cantik menjadi nilai tambah dalam novel bersampul merah ini.

~~~

Sedangkan tulisan versi yang sudah diedit oleh tim redaksi bisa dibaca di sini ;)

29 comments:

  1. aku penasaran sama novel teh dydie ini, heheh nyari ah ke togamas

    ReplyDelete
  2. Jadi kepo sama Djoeroe Masak..
    Tapi aku suka jenang plus dodol juga, kalo beli buku bonus jenang, ahhh tambah lariis eeaa

    ReplyDelete
  3. Aih.. jadi yg dodol aidan apa sedayu ya? Temukan jawabannya di toko buku terdekat ^^

    ReplyDelete
  4. masih penasaran sama kelanjutan ceritanya, cari novelnya ah

    ReplyDelete
  5. Kereeen banget resensinya Lia,suka, dan ini penulis kece teh didy, keren banget, jadi pengen baca keseluruhan ceritanya

    ReplyDelete
  6. Makin penasaran sama buku ini, lia bikin mupenG ah

    ReplyDelete
  7. Wah keren Teh Dydie. Aku suka kagum dengan novel yang berisi tentang hal-hal tradisional

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, saya jg salut, makanya diusahain bikin resensinya biar bnyk orang yg tau tentang buku ini

      Delete
  8. Teeh aku salfok sama intro di atas, abis lahiran yaaa? Wuaaa selamaat yaaa yeh 😘😘

    ReplyDelete
  9. Buku yang unik ...Sepertinya perlu untuk dibeli nih..😄😄

    ReplyDelete
  10. Wah bisa jadi referensi bagus nih bukunya

    ReplyDelete
  11. Duh, baca ini pagi2, terngiang aneka jenangnya di pikiran trus dampaknya perut bersenandung :P

    Kuk gue baper ya pas baca Sedayu merasa dimanfaatkan T,T Ngaruh gak ya ke taste jenang buatannya kalau pas galau gtu? >,<

    ReplyDelete
  12. kalo istri saya seneng baca mungkin cocok ya kalo disuruh beli buku ini

    ReplyDelete