Wednesday, March 28, 2018

Review: Tahun Terakhir Dena



Detail Buku
Judul: Tahun Terakhir Dena
Penulis: Purba Sitorus
Penyunting: Muhajjah Saratini
Penerbit: Laksana
Cetakan: pertama, 2018
Tebal: 204 halaman
ISBN: 978-602-407-313-8
Harga: Rp 50.000

Blurb
Tahun depan.
Tahun depan mimpi Dena harus terwujud. Ini tahun terakhirnya jadi siswa SMU Harapan. Dena ingin beasiswa kuliah ke luar negeri, meninggalkan neraka ini.
Waktu gurunya bilang nilai sempurna saja tidak cukup, Dena kebat-kebit. Demi rekomendasi dari gurunya, dia rela melakukan apa saja. Termasuk mengajari Adit agar nilai matematikanya membaik.
Adit! Cowok bandel, tajir, dan suka bikin repot. Tapi ternyata kok seru juga bergaul dengan mereka. Dunia Dena jungkir balik. Untuk pertama kalinya, Dena tidak yakin dengan pilihan hidupnya.
Begitulah tahun terakhir Dena berlangsung. Tahun terakhir yang membuatnya memandang masa SMA dari sisi yang berbeda.

Dibaca
21-22 Maret 2018

Review
Ngapain sih emak-emak baca buku beginian? Bukannya baca buku pengasuhan anak, keuangan rumah tangga, atau apa gitu? Deuh, justru emak-emak perlu baca novel remaja seperti ini supaya tetap happy di tengah rutinitas menyelesaikan pekerjaan rumah dan mengurus anak yang enggak pernah ada habisnya. 

Jadi, tokoh utama dalam novel ini adalah Dena. Dia merupakan siswa penerima beasiswa di SMU Harapan. Sekolah elit yang sebagian besar isinya adalah anak-anak yang kayanya enggak ketulungan--hang out-nya saja ke Orchard dan Paris. Meski menduduki kasta terendah di sekolah tersebut, Dena bertahan demi mencapai mimpinya--kuliah di luar negeri.

Aku tidak boleh lengah. Beratus-ratus jam aku belajar gila-gilaan memperhitungkan segalanya. Setiap nilai adalah langkah kecil untuk mendapatkan kebebasanku. Ini adalah jawaban kenapa aku ngotot masuk ke SMU Harapan lewat jalur beasiswa. Sekolah itu punya reputasi cemerlang dan koneksi di banyak tempat.
(Halaman 30)

Tahun ini merupakan tahun terakhir Dena di SMU Harapan. Hidupnya hanya diisi dengan belajar dan bergosip dengan Farah--sahabatnya sesama penerima beasiswa. Hingga suatu hari, Pak Broto--guru Matematika--memberinya proyek untuk mengajari Adit--siswa paling bandel di sekolah--sebagai pengganti kegiatan ekstrakurikuler. Demi rekomendasi dari Pak Broto, Dena pun rela melakukan hal yang selama ini selalu dihindarinya--bersinggungan dengan anak-anak populer. 

Aku harus berhasil mendongkrak nilai Adit, mendapatkan pujian Pak Broto, dan menerima surat rekomendasi berisi pujian dari sekolah.
(Halaman 56)

Namun sejak bergaul dengan Adit dan teman-temannya, hidup Dena berubah seratus delapan puluh derajat. Dia jadi sering mengabaikan tugas sekolahnya, bertengkar dengan Farah, bahkan berbohong pada ibunya hanya untuk bersenang-senang bersama teman-teman barunya. 

Dalam satu titik, hidupku meledak tidak keruan.
(Halaman 183)

Ternyata enggak salah saya memilih untuk membaca buku ini. Novel bersampul warna-warna manis ini memang cukup menghibur. Penulisnya berhasil mengajak saya bernostalgia mengenang masa-masa SMA dulu. Pembagian tugas kelompok, begadang menghadapi ujian, ruang laboratorium bahasa yang enggak pernah dipakai, toilet yang mengerikan, perpustakaan dengan aroma khasnya, hingga pesona cowok cakep dan bandel yang sulit dielakkan, hihihi.... 

Selain itu, saya juga suka sekali gaya penulisannya yang sangat rapi. Jadi, meski ceritanya ringan dan gaya bahasanya santai khas remaja, bukan berarti ditulis asal-asalan. Novel ini nyaman banget dibaca. 

Karakter tokoh-tokohnya kuat dan konsisten. Alur ceritanya pun mengalir dengan plot yang enggak tertebak. Sama sekali enggak membosankan. Melalui sudut pandang orang pertama, emosi saya ikut hanyut dalam kisah persahabatan dan konflik keluarga yang dialami Dena. Sayang bagian cinta-cintaannya kurang banyak. Eh, bagus sih, anak SMA mah mending fokus belajar aja, hehehe....

Yang pasti, novel ini recomended untuk dibaca oleh para remaja. Di dalamnya terdapat pesan positif yang disampaikan secara halus tanpa terkesan menggurui.

Bebas memilih bukan berarti bukan berarti lepas dari konsekuensi. Semua pilihan pasti ada timbal baliknya.
(Halaman 186)

2 comments:

  1. kurang suka membaca novel diriku ini

    ReplyDelete
  2. "Pesona cowok cakep dan bandel yang sulit dielakkan" hayo2 mbak Lia :D Kalau yang ini jangan, karena itu berat :D

    Gpp lah emak2 bapak2 baca buku ginian, orang Pidi Baiq penulis Dilan aja udah kepala 4 umurnya tapi bisa bikin cerita remaja yang nge-hits :D

    ReplyDelete