Friday, February 27, 2015

Resensi Gerbang Trinil @ Koran Jakarta

Resensi saya dimuat lagi di Rubrik Perada - Koran Jakarta. Yeay! Kali ini rasanya surprise banget, karena saya kira enggak akan dimuat. Eh, ternyata hari Selasa, 24 Februari yang lalu, pas dua minggu setelah saya kirim ke redaksi, resensinya baru dimuat. Alhamdulillah.... Biar lama asal dimuat, hihihi....

Kali ini buku yang saya resensi adalah Gerbang Trinil. Saya sudah mengincar buku karya Riawani Elyta dan Syila Fatar ini sebelum bukunya benar-benar terbit. Ketika terbit, langsung deh saya beli. Padahal ada giveaway-nya juga, sayang saya sudah terlanjur pesan duluan :D Kemudian, setelah terkagum-kagum ketika membaca bukunya, saya berniat untuk mengirimkan resensi buku ini ke media cetak. Rasanya sayang kalau hanya dipajang di blog. Meskipun cukup lama (karena terpotong membuat resensi buku- buku lain), akhirnya selesai juga resensinya dan terkirim ke Koran Jakarta.

Versi cetak
Menguak Keberadaan Pithecanthropus Erectus

Detail Buku
Judul: Gerbang Trinil
Penulis: Riawani Elyta & Syila Fatar
Penyunting: Dyah Utami
Penerbit: Moka Media
Cetakan: pertama, 2014
Tebal: 296 halaman
ISBN: 978-979-795-874-9
Harga: Rp 69.000 

Resensi
Berdasarkan pengetahuan yang sudah semua manusia pahami, Pithecanthropus erectus merupakan spesies yang sudah lama punah. Tapi bagaimana apabila makhluk purba tersebut ternyata belum punah? Dan bukan hanya itu, mereka juga berniat untuk menyingkirkan manusia dan menguasai bumi. Duet penulis Riawani Elyta dan Syila Fatar akan menyeret imajinasi para pembaca dengan kisah fiksi ilmiah yang mereka ciptakan melalui novel ini.

Areta, tokoh utama dalam cerita ini adalah seorang pelajar yang pintar. Namun hobinya sangat tidak biasa. Sementara gadis-gadis seumurannya sibuk berebut cowok paling keren di sekolah, Areta justru tergila-gila dengan segala hal yang berkaitan dengan dunia paleontropologi. Dunianya hanya berputar-putar pada buku dengan perpustakaan menjadi orbitnya (hal. 5). Selera anehnya ini membuat Areta sering mendapatkan ejekan dari teman-teman sekelasnya.

Di rumah, Areta lebih sering tinggal bersama asisten rumah tangga dan sopirnya. Kedua orang tuanya jarang berada di rumah karena sibuk mengurus perusahaan ekspor impor milik keluarga mereka. Dia sering menikmati kesendiriannya di sebuah ruangan pribadi miliknya. Ruang itu mirip museum mini. Dindingnya dihiasi gambar fosil dan beberapa foto palaentolog, termasuk Eugene Dubois. Terdapat dua lemari kaca yang menempel di tembok. Berisi tulang belulang, pecahan benda dan juga batu (hal. 31). 

Gadis penggemar Eugene Dubois ini sangat beruntung karena bisa berteman dengan Harry Dubois, cicit penemu fosil terbanyak di tanah Jawa. Meski hanya bisa berinteraksi di dunia maya, Harry kerap memberi Areta informasi mengenai penelitian yang dilakukan ayahnya, yang juga seorang palaentologis. Termasuk penemuan terbaru yang menunjukkan bahwa Pithecanthropus erectus sebenarnya adalah alien. Entah penelitian ayah Harry benar atau tidak, tapi sepertinya, mustahil kalau si Pithe adalah alien (hal. 51). 

Penemuan tersebut membuat Areta sangat penasaran. Dia berniat untuk mengunjungi rumah neneknya di Trinil, surganya arkeologi. Namun, kedua orang tua Areta tidak memperbolehkannya. Pertengkaran yang pernah terjadi antara orang tua Areta dan nenek Maheswari, menyebabkan mereka tidak pernah lagi pulang ke Trinil. Berbekal surat palsu dari sekolah berisi tugas untuk mempelajari sejarah Museum Trinil, akhirnya Areta berhasil mendapatkan izin untuk berlibur di rumah neneknya. Di museum itu, Areta kemudian menemukan sesuatu yang janggal.

The baby of Pithecantrophus. Sebuah tengkorak kepala berukuran kecil. Sepertinya, bukan fosil. Karena masih tampak baru. Tengkorak itu, jelas dari tipe rahangnya bukan berjenis tengkorak kepala manusia (hal. 58).

Keganjilan rupanya tidak hanya terjadi di museum, tapi juga di rumah neneknya. Nenek Maheswari ternyata menyimpan tengkorak yang sama. Dia memeliharanya dan memperlakukannya dengan sangat terhormat. Nenek Maheswari bukan lagi sekadar tampak misterius. Tapi seakan-akan sudah kehilangan kesadaran (hal. 66). 

Gadis itu sempat takut dan pergi, namun hal tersebut tidak menyurutkan keinginannya untuk kembali ke rumah neneknya. Dia ingin mengurai misteri yang mengusik pikirannya. Sayang, rencana tersebut justru membuatnya harus meninggalkan kehidupannya di bumi. Nenek Maheswari menyerahkan Areta kepada Pithe Blark. Raja Pithecantrophus erectus tersebut, membawanya ke sebuah pesawat yang sangat canggih. Di sana, Areta mengetahui sebuah kenyataan yang sangat mengejutkan.

Pithe tidak bisa lepas dari hutan. Itu sebabnya mereka begitu marah dengan penduduk bumi yang menggunduli hutan. Tapi, menjadikan seluruh bumi tetap berhutan, tentunya juga mustahil. Kecuali kalau mereka memang penguasa bumi (hal. 149). Untuk mencapai tujuan tersebut, Pithe menjadikan tubuh Areta dan perempuan bumi lain sebagai inang bagi calon keturunan mereka.

Novel ini memanjakan imajinasi pembaca dengan idenya yang sangat kreatif, menggabungkan latar belakang sejarah dengan unsur fiksi yang futuristis. Isu lingkungan yang disisipkan dalam cerita memberi nilai tambah untuk novel bertema unik ini.

Versi online
Versi yang sudah diedit bisa dibaca di sini ;)

43 comments:

  1. wooww.. keren! selamat ya, Nath *tebar_confetti.com* :D

    ReplyDelete
  2. selamaatttt....duuh, udah lama ga ngresensi..lagi ga semangat nih mba :(

    ReplyDelete
  3. Wah selamat ya mak, harus banyak belajar lagi nich saya biar kaya emak

    ReplyDelete
  4. Selamat Mak dan bukunya menarik nih. Saya suka baca buka perpaduan sejarah dan novel. Masuk list deh :)

    ReplyDelete
  5. selamat, mba nath. nunggunya dua mingguan ya. :D

    ReplyDelete
  6. Wah keren. Selamat mbak.
    Aku jd penasaran nih pengen baca buku ini

    ReplyDelete
  7. Mak Lia selamat ya, rajin banget nulis resensinya, saya malah belom pernah ;p

    ReplyDelete
  8. wahhhhh congrad makkk ^^ keceeee bangettt..

    ReplyDelete
  9. Seneng rasanya kalau resensi kita dimuat. Asik banget mbak... Sukses terus. Saya perlu banyak belajar dari mbak nathalia

    ReplyDelete
  10. Keren Mbak.. Aku gak cukup pede untuk mengirim ke surat kabar. Gaya bahasa resensiku masih suka-suka :D

    ReplyDelete
  11. wah selamat mak...dan bukunya juga menarik, jadi pengen baca bukunya abis baca ini :)

    ReplyDelete
  12. Bagus banget tuh mba, Pasti mba hobi membaca juga ya..membuat resensi buku yang baik dan benar tidak semua orang bisa melakukanya, kurang afdol ya kalau suka membaca buku tapi tidak pernah membuat penilaian pendapat/resensi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. sebenernya, saya rajin membuat resensi buku itu dlm rangka belajar supaya bisa menulis buku sendiri :D

      Delete
  13. ish.... emak yang satu ini makin keren aja :D

    ReplyDelete
  14. kereeen..selamat yaaa..aku punya bukunya nii belum kureview, baguus bukunya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihihi... saya jg lama bgt dr baca bukunya sampai bikin reviewnya :D

      Delete
  15. Kirain nonfiksi, wow keren... Tularin dong mbak

    ReplyDelete
  16. ais,semakin hari semakin keren nih mbakku ini..selamat ya mbak. itu novelnya bener2 sejarah banget ya mba^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. sejarahnya sih dikit, lbh banyak science fictionnya ;)

      Delete
  17. Kereen.. Selamat yaa. :) bagi tips gimana caranya donk teh. Hehehe.. Resensi yg d kirim k koran hrs buku baru atau ga sih teh?

    ReplyDelete
    Replies
    1. lebih baru lebih bagus... paling lama, buku yg terbitnya 6 bulan yg lalu ;)

      Delete
  18. kagum, jadi pengen bisa kaya mbak lia deh ngeresnsi :D
    selamat ya mbak :)

    ReplyDelete
  19. Keren mba ga cuma novel aja yang di resensi, koran juga bisa dibikin resensi'a sama mba nathalia :D

    ReplyDelete
  20. Bagus banget tuh mba, makin keren aja :D

    ReplyDelete
  21. Selamat ya mbak, di muat juga akhirnya.. prok prok prok...!!!

    Revienya menarik, jadi pengen cari bukunya. Lanjutkan

    Salam Ngeblur,

    ReplyDelete