Thursday, December 19, 2013

CineUs: To the Place Where Cinema and Us Meet

Dok. Pribadi
Detail Buku
Penulis: Evi Sri Rezeki
Penyunting: Dellafirayama
Penerbit: Noura Books
Cetakan: I, Agustus 2013
Tebal: 304 halaman
ISBN: 978-602-7816-56-5
Harga: Rp 48.500 Rp 41.225 (beli di sini)

Review
Biasanya, saya agak malas membaca novel teenlit setelah sebelumnya saya kecewa dengan sebuah novel teenlit yang pernah saya baca. Entah novelnya yang salah, atau mungkin sayanya yang sudah terlalu tua, membuat saya mencoret novel teenlit dari daftar novel yang ingin saya baca. Tapi... Karena novel ini ditulis oleh Evi - teman saya di Monday Flashfiction (yang kualitas tulisannya tidak perlu diragukan lagi), membuat saya menjadi penasaran dengan novel ini.

Novel ini diawali dengan cerita mengenai perjuangan Lena bersama kedua sahabatnya Dania dan Dion ketika baru mendirikan Klub Film di sekolahnya - SMA Cerdas Pintar. Setelah setahun berdiri, hanya ada tujuh orang anak yang mau bergabung dengan mereka. Sedangkan anak-anak lainnya menganggap Klub Film hanyalah sebuah klub cupu pembuat film picisan.

Suatu hari Lena mendapat undangan untuk kembali mengikuti kompetisi skenario dalam Festival Film Remaja. Tentu saja Lena bersemangat untuk mengikuti kompetisi tersebut. Bukan hanya itu, Lena juga bertekad agar Klub Film mengikuti kompetisi film pendek dalam festival tersebut dengan harapan dapat meningkatkan rate Klub Film. Sebuah taruhan bersama Adit - mantan pacarnya yang juga mengikuti kompetisi tersebut, membuat kompetisi terasa semakin panas dan membuat Lena rela melakukan apa saja, termasuk mencari Rizki - cowok misterius yang pandai membuat storyboard dan animasi agar mau bergabung dengan Klub Film.
Di dunia ini, ada dua hal yang pantas diperjuangkan. Yaitu impian dan cinta. (Dion, halaman 242)
Itulah inti cerita dari novel ini, bagaimana Lena memperjuangkan impian sekaligus cintanya. Saya suka novel ini. Jelas sekali bahwa novel ini berbeda dari novel teenlit pada umumnya yang hanya menceritakan kisah cinta menye-menye atau cerita gokil di sekolah. Banyak pelajaran hidup yang bisa didapatkan dari novel ini. Bagaimana sikap kita dalam menghadapi kritikan, menjaga persahabatan, sampai bagaimana memandang sebuah kemenangan.
Bersyukurlah kalau kalian dapat kritikan, berarti karya kalian diapresiasi. Kalau sebuah karya sudah dilempar ke masyarakat, karya itu bukan milik kalian lagi. Sudah jadi milik publik! (Rizki, halaman 110)
Sahabat sejati selalu punya tempat di hati, kehilangan mereka akan menyisakan ruang kosong yang tak bisa ditambal lagi. (Lena, halaman 215)
Kemenangan lahir dari proses, dari perjuangan! Sebanyak apa pun kamu mencari pengakuan dari orang lain, kamu tidak akan pernah bisa memuaskan dirimu sendiri! Karena kepuasanmu bukan berasal dari hatimu sendiri! (Rizki, halaman 226)

Selain itu, novel ini juga berhasil membuat saya bernostalgia ke masa-masa ketika saya bersama sahabat-sahabat saya berjuang membesarkan Star Eight - ekstrakurikuler tari di SMAN 8 Bandung. Bagaimana susahnya mendapatkan ruangan yang bisa dijadikan sekretariat, bagaimana lelahnya latihan tari sekaligus mempersiapkan kostum sampai pagi, atau bagaimana sedihnya mengikuti kompetisi tari tanpa bantuan modal dari pihak sekolah. Heuheu... Dan yang pasti, novel ini juga membuat saya bernostalgia ke masa-masa serunya cinta monyet di sekolah dong! Hihihi...

Oke, cukup nostalgianya. Kita kembali lagi review novelnya :D

Kalimat pembuka dalam novel ini cukup menarik serta membuat penasaran dan bertanya di dalam hati, "Wah, kenapa nih?". Ditambah cara penulisan yang rapi namun tetap dengan gaya bahasa yang ringan, membuat saya tidak bisa berhenti membuka halaman demi halaman kisah Lena bersama sahabat-sahabatnya. Selain itu, alur yang digunakan juga alur maju sehingga jalan ceritanya mudah diikuti. Satu adegan flashback dalam novel ini membuat plotnya menjadi semakin sempurna.

Membaca novel ini membuat emosi saya ikut naik turun. Banyak kejutan-kejutan seru yang saya temukan dalam novel ini. Tanpa basa-basi, novel ini memang langsung dibuka dengan sebuah konflik. Konflik-konflik kecil di sepanjang cerita membuat cerita ini tidak membosankan. Sebuah adegan yang saya kira penyelesaian dari konflik, justru ternyata menjadi puncak konflik. Keren!

Pilihan penulis untuk menggunakan sudut pandang orang pertama, yaitu Lena, menurut saya sangat tepat. Membuat saya dapat dengan mudah membayangkan bahkan merasakan bagaimana pergolakan batin yang dirasakan oleh Lena.

Saya juga suka dengan karakter tokoh-tokohnya. Begitu normal dan manusiawi, baik fisiknya maupun sifatnya. Bukan hanya Lena, namun juga tokoh-tokoh pendukung lainnya. Sehingga membuat cerita ini terasa begitu dekat dengan kehidupan nyata remaja sehari-hari. Karakter beberapa tokoh antagonis seperti Pak Kandar dan Renata memang terasa berlebihan, apalagi adegan antara Renata dan Romi. Tapi kalau mengingat tingkah laku beberapa saudara sepupu saya yang masih SMA (panggilan sayangnya juga cara berdandannya), hmmm kelakuan Renata dan Romi sepertinya memang wajar... Huhu...

Penulis juga berhasil menggambarkan setting cerita dengan baik. Memang tidak semua tempat dijelaskan secara detail, namun tempat-tempat penting seperti basecamp Klub Film dan bunker rahasia dijelaskan dengan cukup detail. Apalagi penjelasan tersebut didukung dengan beberapa ilustrasi.

Ilustrasi basecamp Klub Film (Dok. Pribadi)
Ilustrasi bunker rahasia (Dok. Pribadi)
Cerita yang seru ini akhirnya ditutup dengan kalimat yang membuat saya tersenyum sambil mengangguk-angguk. Inspiratif!
Setinggi apa pun impianmu, kamu hanya butuh percaya. Seperti aku mempercayai impianku. Sertakan orang-orang yang kau cintai dalam impianmu. Karena mereka adalah sumber kekuatan bagimu. Satu hal lagi, Tuhan bersama kita yang berjuang. (Lena, halaman 280)
Dok. Pribadi
Ini adalah novel kedua tentang perfilman yang pernah saya baca. Sebelumnya saya sudah membaca Montase-nya Windry Ramadhina. Dibanding CineUs, Montase lebih banyak memberi pengetahuan tentang istilah-istilah teknis dalam dunia perfilman. Seperti jenis kamera, merk kamera, lensa, pita seluloid, hingga tokoh-tokoh dalam dunia perfilman di Indonesia. Walaupun begitu, bukan berarti novel ini tidak memberikan pengetahuan bagi pembacanya. Baru kali ini saya membaca novel yang memasukkan web series dan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorderdalam ceritanya. Cool!

Secara keseluruhan, saya merasa puas dengan isi novel ini. Apalagi, novel ini dikemas dengan sampul depan yang eye catchy. Menggunakan warna biru langit serta gambarnya yang 'khas anak muda' dan 'film banget'. Judul novel dan judul babnya pun unik. CineUs bisa mempunyai dua makna. Pertama, mengacu pada cinema yang mungkin berarti Klub Film dan us yang mungkin berarti Lena dan Rizki. Kedua, pelafalan judul tersebut adalah sineas yang merupakan cita-cita Lena. Judul babnya pun tidak kalah unik, konsisten dengan judul "Who's bla bla bla?"

Namun, bukan berarti novel ini tidak memiliki kekurangan. Sebenarnya, saya suka sekali dengan ide pada lipatan sampul bukunya. Gambar Lena bersama Dania dan Dion di bagian luar, serta gambar Lena bersama Rizki di bagian dalam. Sayangnya, lipatan sampul depan di bagian atas, membuat buku terasa kaku ketika dibuka. Untungnya hal ini tidak terlalu mengganggu karena hanya terjadi ketika di awal saja. Setelah sering dibuka, sampul bukunya menjadi tidak kaku lagi.

Atas: Dania-Dion-Lena, Bawah: Rizki-Lena (Dok. Pribadi)
Hal yang cukup mengganggu saya adalah penggambaran sifat Dion yang dapat membuat pembaca menyimpulkan bahwa penderita ADHD itu (maaf) bloon. Padahal tidak :)

Dia tidak lemot atau bodoh, tetapi fokusnya cepat berubah. (Lena, halaman 5)
Penulis sempat menjelaskan bahwa penderita ADHD tidak bodoh. Tapi adegan-adegan yang Dion lakukan justru menunjukkan sebaliknya, misalnya di bagian ini...
Oh iya, Len. Repetisi itu apa, sih? Dari tadi aku mikirin itu. (Dion, halaman 242)
Dan terakhir, saya merasa kurang puas dengan ending-nya. Saya kecewa karena tidak ada adegan malu-malu tapi mau yang lebih romantis antara Lena dan Rizki :D Ya ini sih keinginan pribadi saya saja... Hihihi...

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Rating
Tere Liye pernah berkata, novel yang baik itu setidaknya menghibur bagi yang membacanya. Lebih baik lagi apabila novel tersebut dapat memberikan pengetahuan baru bagi pembacanya. Dan yang paling oke, novel tersebut bisa menginspirasi pembacanya.

Maka dari itu, saya memberikan:
Empat dari lima bintang untuk novel ini!
  • Satu bintang karena novel ini benar-benar menghibur dengan konfliknya yang seru
  • Satu bintang karena novel ini memberikan pengetahuan baru mengenai web series dan ADHD bagi pembacanya
  • Satu bintang karena novel ini menginspirasi pembacanya dengan kisah Lena memperjuangkan mimpinya
  • Dan bonus satu bintang untuk efek nostalgianya :D

Duh, kenapa sih jaman saya masih sekolah dulu belum ada novel seperti ini...

So, buku ini saya rekomendasikan untuk seluruh anak remaja, yang bukan hanya ingin mendapatkan bacaan yang menghibur tapi juga mendapatkan pelajaran hidup. Juga untuk semua orang yang sudah bukan remaja lagi, yang bukan hanya ingin mendapatkan bacaan yang menghibur tapi juga nostalgia seru saat di SMA :p

Psssttt... Penulisnya narsis juga loh. Evi dan kembarannya muncul di cerita sebagai peserta audisi dan pemeran film yang akan dilombakan :p

~~~




16 comments:

  1. Keren yah. Ini teenlit tapi dalaaam.
    Mbak Lia keren, waktu SMA sempat2nya meperjuangkan ekskul tari, trus pernah mempersiapkan pentunjukan dengan menyiapkan kostum sendiri? Wow itu keren sekali. Anak muda seharusnya begitu .... trus ekskulnya masih ada gak sekarang?

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mba, teenlit tapi keren :)

      emang setiap tampil nyiapin kostum sendiri, siang olahraga=latihan, malem bikin prakarya=bikin kostum dll :p

      nah itu, terakhir denger beritanya sih katanya kalah pamor sama ekskul baru, cheerleaders :(

      Delete
  2. wow,mbk...makan apa toh??tulisannya renyah,enak dibaa,dan ulasannya TOP bangetttttttttttttttttttttt.......setuju,ADHD itu g selalu oon :((( *inget muridku dulu

    ReplyDelete
  3. Setelah baca reviewnya, saya jadi tertarik untuk membaca novel ini. Sekalian nambah pengetahuan tentang dunia perfilman hehe :D

    ReplyDelete
  4. Wah jadi pingin kembali remaja hmmmmmm

    ReplyDelete
  5. Soal nari, jadi inget waktu SMA dulu... nari klassik jawa yang banyak anak muda gak suka apalagi di daerah kalimantan...

    ReplyDelete
  6. jadi pensaran dengan bukunya nih mbak, kasih 4 bintang ya untuk buku ini

    ReplyDelete
  7. Bukunya bagus ...
    hmmm
    kapan bisa baca buku ini ya ..

    Follow blog saya ya
    http://infoejaman.blogspot.com/

    ReplyDelete
  8. reviewnya bagus dan menarik he..he.. semoga lolos ya wkwk.. kira kira kapan ya saya bisa beli dan membacanya ya??

    ReplyDelete
  9. saya juga udah baca novelnya. Manis isi ceritanya :)

    ReplyDelete
  10. Terima kasih sudah mengapresiasi novel CineUs. Semoga nanti berkenan mengapresiasi sekuelnya :)

    ReplyDelete